Lamborghini Huracán LP 610-4 t
nazam

Istilah "nazam" dapat dirujuk pada beberapa keterangan. Dalam Kamoes Bahasa Minangkabau-Bahasa Melayoe Riau, terbitan Batavia (Jakarta) 1935, tidak dijumpai kata "nazam", namun dapat disamakan dengan "nalam" yaitu nazam: banalam-bernazam, bertjerita dengan lagoe teroetama tentang agama atau jang berisi pengadjaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka 1988, ditemukan kata "nalam" dan "nazam". "Nalam" adalah gubahan sajak (syair, karangan); bernalam, membaca puisi atau bercerita dengan lagu; bersajak (bersyair). "Nazam" adalah puisi yang berasal dari Parsi terdiri atas dua belas larik, berirama dua-dua atau empat-empat, isinya perihal hamba sahaya istana yang budiman. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1984) mengatakan "nalam": gubahan sajak (syair-karangan); "bernalam": bersajak (bersyair); bercerita dengan lagu; "menalamkan": menyajakkan; menceritakan dengan lagu; menggubah, "nazam": sb sajak (syair); karangan; "menazamkan": menyajakkan; mengarang; menggubah; nalam. Kemudian dalam Kamus Dewan Edisi Baru, Kuala Lumpur, Malaysia nazam: (arab) sejenis gubahan puisi (seperti sajak, syair); "bernazam": bercerita dengan lagu, bersajak, bersyair; "menazamkan": menceritakan dengan lagu, mengubah, mengajakkan nalam; "banalam": membaca puisi sambil berlagu. Oleh sebab itu, para sarjana dan peneliti belum ada yang sepakat untuk menggunakan salah satu istilah: "nadzam" (Agus Deaman, 1984), "najam" (Dada Meuraxa, 1974), "nazham" (Hj. Wan Mohd. Shaghir Abdullah, 1993), "nizam" (Emral Djamal dalam "Nizam Mancinto Did", 1999). Namun, kebanyakan, penulis, lebih suka menggunakan istilah "nazam", misalnya Labai Sidi Rajo (1899), Tuan Haji Ahmad bin Haji Abdul Rauf dan Tuan Haji Omarbin Haji Othman sebelum tahun (1928), Harun Mat Piah; (1989), Baharudin Ahmad; (1992), Umar Junus; (1997), dan lainnya.
Diterbitkan di: Agustus 03, 2007 Diperbarui: Oktober 05, 2010

sumber http://id.shvoong.com/social-sciences/1641595-nazam-dalam-tradisi-kesenian-minangkabau/